Si Kikir dan Malaikat Maut
Setelah bekerja keras, berniaga dan menjadi lintah darat, si kikir telah mengumpul harta, hingga hartanya jika di kira-kira telah mencapai tiga ratus ribu dinar. Ia memiliki tanah luas, beberapa gudang, dan segala macam harta benda. Kemudian ia memutuskan untuk beristirehat selama satu tahun. Hidup selesa, dan menjamin masa hadapannya.
Tetapi, segera setelah ia berhenti mengumpulkan wang, Malaikat Maut muncul di hadapannya untuk mencabut nyawanya. Si kikir pun berusaha dengan segala daya upaya agar Malaikat Maut itu tidak jadi menjalankan tugasnya. Si kikir berkata, “Bantulah aku, barang tiga hari saja. Maka aku akan memberimu sepertiga hartaku.”
Malaikat Maut menolak, dan mulai menarik nyawa si kikir. Kemudian si kikir memohon lagi, “Jika engkau membolehkan aku tinggal dua hari saja, akan kuberi engkau dua ratus ribu dinar dari gudangku.”
Tetapi masih lagi Malaikat Maut pantang menyerah dan tidak mahu mendengarkannya. Bahkan ia menolak memberi tambahan satu hari demi tiga ratus ribu dinar dari si Kikir.
Akhirnya si kikir berkata, “Kalau begitu, tolong beri aku waktu untuk menulis sebentar.”
Kali ini Malaikat Maut mengizinkannya, dan si kikir menulis dengan darahnya sendiri:
“Wahai manusia, manfaatkanlah hidupmu. Aku tidak dapat membelinya dengan tiga ratus ribu dinar.
Pastikan engkau menyedari nilai dari waktu yang engkau miliki.”
Leave a Reply