Salah satu sebab yang membuat hidup ini tidak tenteram adalah terpedayanya diri oleh kecintaan kepada harta dan dunia. Orang yang terpedaya harta akan sentiasa merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya. Akibatnya, dalam dirinya lahir sikap-sikap yang mencerminkan bahwa ia sangat jauh dari rasa syukur kepada Allah Sang Maha Pemberi Rezeki.
Orang-orang yang cinta dunia akan selalu terdorong untuk berburu segala keinginannya, meski harus menggunakan segala cara: licik, bohong, mengurangi timbangan atau sukatan, dan sebagainya. Ia juga tidak pernah menyedari, sesungguhnya harta hanyalah ujian.
“Maka apabila manusia disentuh oleh sesuatu bahaya, ia segera berdo’a kepada Kami; kemudian apabila Kami memberikan kepadanya sesuatu ni’mat (sebagai kurnia) dari Kami, berkatalah ia (dengan sombongnya): ‘Aku diberikan nikmat ini hanyalah disebabkan pengetahuan dan kepandaian yang ada padaku’.(Tidaklah benar apa yang dikatakannya itu) bahkan pemberian ni’mat yang tersebut adalah ujian (adakah ia bersyukur atau sebaliknya), akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (hakikat itu)” (QS. Az-Zumar (39):49).
Ayat tersebut menunjukkkan adanya orang-orang yang tidak tepat dalam menghadapi harta dan dunia yang diberikan kepadanya. Ia menyangka, ketenteraman hidupnya ditentukan oleh banyak-tidaknya harta yang ia miliki, besar-kecilnya tempat tinggal, tinggi-rendahnya kedudukan dan pangkat yang disandangnya.
Ketenteraman hidup sesungguhnya hanya dapat diraih melalui sikap yang tepat terhadap harta dan dunia, sekecil dan sebesar apa pun harta yang dimilikinya. Sikap demikian dikenal dengan sebutan qanaah, yang bererti merasakan kecukupan dan kepuasan atas harta dan dunia miliknya.
Orang yang qanaah hidupnya sentiasa bersyukur. Makan dengan garam akan terasa nikmat tiada terhingga, kerana ia tidak pernah berfikir tentang daging yang tiada di hadapannya. Makan dengan daging akan sangat disyukurinya. Ia pun akan berusaha untuk membahagi kenikmatan yang diterimanya itu dengan keluarga, kerabat, teman atau pun tetangganya, kerana ia ingat pada orang-orang yang hanya mampu makan dengan garam saja.
Meskipun demikian, orang-orang yang memiliki sikap qanaah tidak bererti fatalistik -menerima nasib begitu saja tanpa ikhtiar. Orang-orang qanaah boleh saja memiliki harta yang sangat banyak, bahkan memiliki banyak sekali perniagaan, namun semua itu bukan untuk menimba kekayaan.
Kekayaan dan dunia yang dimilikinya ia sikapi dengan sentiasa memuji tanda-tanda kebesaran Allah SWT, sehingga apa pun yang dimilikinya tidak pernah melalaikannya dari mengingati Sang Maha Pemberi Rezeki.
Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang qanaah menyikapinya sebagai sebuah ibadah yang mulia di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, sehingga ia tidak berani berbuat licik, berbohong, mengurangi timbangan, atau sukatan.
Ia yakin, tanpa menghalalkan segala cara pun ia tetap akan mendapatkan rezeki yang dijanjikan Allah. Ia menyedari, kedudukan rezeki yang dicarinya tidak akan melebihi dari tiga hal.
Pertama, rezeki yang ia makan hanya akan menjadi kotoran. Kedua, rezeki yang ia pakai hanya akan menjadi benda usang.Ketiga, rezeki yang ia nafkahkan akan bernilai di hadapan Allah. Kerananya, ia pun lebih dahulu mementingkan seruan Rabbnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, Apabila diserukan azan untuk mengerjakan sembahyang pada hari Jum’at, maka segeralah kamu pergi (ke masjid) untuk mengingati Allah (dengan mengerjakan sembahyang Jum’at) dan tinggalkanlah berjual beli. Yang demikian adalah baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya (hakikat yang sebenarnya)” (QS. Al-Jumu’ah:9)
Tetapi jika ia telah sampai pada keadaan itu, ia juga tidak mudah terjebak dengan kenikmatan berkhalwat dengan Allah, kerana ia menyedari, masih ada aturan Allah yang mewajibkannya untuk meneruskan usaha mencari rezeki sambil mengingati Allah banyak-banyak dalam segala keadaan.
“Kemudian setelah selesai sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi (untuk menjalankan urusan masing-masing), dan carilah apa yang kamu hajati dari limpah kurnia Allah, serta ingatlah Allah banyak-banyak(dalam segala keadaan), supaya kamu berjaya (didunia dan diakhirat)”(QS. Al-Jumu’ah [62]:10).
Niat yang lahir dari hati orang-orang yang qanaah ketika melakukan aktiviti pencarian dunia bukan didasarkan pada penimbunan kekayaan untuk ia nikmati sendirian, namun benar-benar didasarkan pada ibadah.
Orang-orang qanaah akan mencari harta dan dunia untuk membekali dirinya agar lebih kuat dalam beribadah. Ia akan berfikir, bukankah Allah lebih mencintai mukmin yang kuat dibandingkan dengan mukmin yang lemah?
Pencarian harta dan dunia yang dilakukannya juga dimaksudkan untuk menafkahi keluarganya agar tidak terjatuh pada jurang kefakiran, menyantuni orang lain, dan agar tidak membebani orang lain ketika Allah menimpakan kesulitan kepada dirinya. Ia akan terus teringat, kefakiran dapat mendekatkan diri pada kekufuran.
Niat orang-orang qanaah ketika mencari harta juga didasarkan pada keharusannya menguasai ilmu pengetahuan. Ia tidak akan pernah merasa sayang dengan harta dan dunia sepanjang ia menggunakannya untuk makin bertambahnya ilmu pengetahuan. Ia yakin, hanya dengan memiliki ilmulah ia dan keluarganya akan merasa tenteram dalam beribadah dan bermuamalah. Insya Allah.
( Penulis : Abdullah Gymnastiar )
Leave a Reply